Trending

Friday, 29 March 2019

Sekilas tentang IJAZAH KEILMUAN


Sekilas tentang IJAZAH KEILMUAN. Kenapa suatu ilmu spiritual mesti memiliki Ijazah yang jelas? Moga tercerahkan. Tak faham juga, boleh abaikan. Selamat membaca.
Ijazah merupakan suatu tindakan yang sudah sangat umum bagi sebagian besar pencinta dan pelaku spiritual dari berbagai kalangan, khususnya bagi para spiritualis dari kaum Muslim. Baik ketika ingin menerima suatu amalan Hizib, Asma’, Isim dan berbagai amalan spiritual lainnya pasti seseorang akan meminta terlebih dahulu Ijazah akan ilmu spiritual tersebut kepada ahlinya.
Namun, hingga kini masih banyak para spiritualis awam yang masih bertanya – tanya di dalam hati mereka. Kenapa suatu ilmu spiritual mesti memiliki Ijazah yang jelas ? Siapa saja yang boleh memberikan Ijazah suatu amalan dan ilmu ? Bagaimanakah adab dan tatakramah di dalam memberi dan menerima Ijazah ? Dan berbagai pertanyaan lainnya seputar Ijazah.
Secara garis besar, Ijazah adalah suatu tindakan berisyarat pemberian hak / izin suatu amalan dan ilmu spiritual dari seorang yang ahli (Guru) kepada seorang Murid. Sedangkan secara khusus pengertian Ijazah adalah pemberian hak suatu amalan dan penanaman benih suatu ilmu dari ruh seorang Guru ke dalam ruh seorang Murid tanpa terikat di dalam suatu tindakan kewajiban dan khidmat.
Menurut beberapa ulama dari kaum sufi, hukum Ijazah dalam suatu amalan dan ilmu adalah wajib. Kerana setiap ilmu dan amalan apa pun tidak boleh dipelajari tanpa adanya bimbingan seorang guru yang ahli dalam bidang tersebut. Apalagi pembelajaran ilmu spiritual pastilah berhubungan erat dengan suatu perkaran yang bersifat ghaib. Sehingga sangat berisiko dari berbagai godaan dan tipu daya setan. Apalagi setan sangat ahli dalam meniru wajah dan rupa para malaikat, para Wali Allah, para ulama dan para orang – orang sholeh, kecuali rupa Rasulullaah Muhammad S.A.W.
Seperti kisah Abu Nahar yang mengamalkan berbagai amalan dan wirid – wirid dari berbagai Kitab ilmu tanpa adanya Ijazah dari seorang guru yang masih hidup. Setelah mengamalkan lebih dari 20 tahun, selama itu pula ia sering mengalami berbagai peristiwa ghaib yang menurutnya adalah benar. Seperti selalu dijaga 7 malaikat penjaga suatu Asma’, mendapat bimbingan khusus secara ghaib dari seorang ruh Wali Allah, bertemu dengan khodam penjaga Surat Al – Fatihah dan Al – Ikhlas dan berbagai pengalaman ghaib lainnya. Suatu hari ketika berdagang ke Irak, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Ahlul Wilayah Irak saat itu Syaikh Aqil Al – Munbaji R.A. Syaikh Aqil Al – Munbaji pun memanggilnya dan berkata kepadanya, “Wahai Abu Nahar, apakah yang engkau amalkan selama 20 tahun ini ?” Abu Nahar menjawab, “Yang aku amalkan hanyalah Al – Fatihah dan Al – Ikhlas beserta doanya dan apa yang terdapat di dalam Kitab Nuuan.” Syaikh Aqil pun menengadahkan kepalanya ke arah langit dan berkata : “Janganlah sekali – kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka (Q.S. Al – A’raf : 27).” Seketika itu pula ia (Abu Nahar) terjatuh tak sadarkan diri ditanah, lalu Syaikh Aqil mengusap wajahnya, memukul dadanya dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh orang – orang sekitarnya dan lalu pergi meninggalkannya.
Ketika kembali sedar, beberapa orang menghampirinya dan bertanya kepadanya, “Wahai Abu Nahar, apa yang dilakukan oleh Syaikh Aqil tadi untuk mu ?” Abu Nahar pun menjawab, “Ketika ia (Syaikh Aqil) menatap langit, sesungguhnya aku melihat para malaikat turun membawa Nur (cahaya). Lalu Syaikh Aqil mengambilnya dan memasukkannya ke dalam fikiranku. Maka terlihatlah olehku apa yang ada di ujung barat hingga ujung timur. Lalu ia memukul keluar apa yang setan tanam di dalam hatiku dan menggantinya dengan benih – benih Mahabbah. Kemudian Syaikh Aqil berkata kepadaku, “Wahai Abu Nahar, janganlah engkau mencari cinta – Nya dengan ada tujuan maksud, kerana setiap langkah nafsu pasti diikuti oleh setan. Sesungguhnya batas perbezaan antara yang haq dan yang batil adalah segaris benang tipis, dan apa yang engkau peroleh selama ini adalah sesuatu yang batil. Dan janganlah mempelajari sesuatu amalan tanpa adanya perhatian (bimbingan) dari seorang Syaikh (Guru).”
Dari kisah di atas kita dapat mengambil pelajaran betapa besarnya sosok seorang guru dan Ijazahnya di dalam mengamalkan suatu ilmu spiritual. Tanpa bimbingan dari seorang guru, maka sangat berisiko bagi seseorang yang mengamalkan suatu ilmu spiritual dari godaan tipu daya setan yang ingin menyesatkan hatinya.
Selain itu menurut Syaikh Abu Thalib Al – Makki R.A, setiap ilmu spiritual pastilah mempunyai kedudukannya sendiri di sisi Allah S.W.T. Maka untuk mampu menguasai ilmu spiritual itu secara sempurna, diperlukan bantuan seorang yang sudah sampai derajat maqamnya pada ilmu tersebut.
Dalam hal inilah izin (Ijazah) seorang guru yang sudah sampai pada derajat keilmuan itu diperlukan, agar si murid dapat menguasai ilmunya secara sempurna. Namun jika tidak memperoleh suatu Ijazah dari seorang guru yang menjadi ahli dalam ilmu spiritual tersebut, maka pastilah si murid akan sangat kesulitan untuk menguasai ilmunya.
Secara garis besar Syaikh Abu Thalib Al – Makki R.A membagi Ijazah suatu amalan spiritual atas 4 macam bagian, yaitu :
1. Ijazah Al – Fahaamu, yaitu suatu tindakan pemberian Ijazah dari seorang ahli waris suatu amalan / ilmu spiritual kepada seorang murid tanpa adanya proses ikatan ruh dari keduanya. Tugas utama dari seorang ahli waris dalam hal ini adalah memberikan pemahaman akan suatu ilmu dan amalan spiritual kepada seorang murid yang telah diberikannya Ijazah. Umumnya Ijazah ini diberikan oleh seseorang ahli waris suatu ilmu, yang ahli waris itu sendiri belum sempurna mengamalkan apa yang telah di Ijazahkannya kepada orang lain. Sehingga setelah diberi Ijazah, seorang murid masih harus mengamalkan segala tuntutan amalan ilmu spiritual mulai dari awal kembali. Seperti masih harus menjalani puasa, wirid dan bertapa. Namun tak sedikit murid yang mempelajarinya gagal di dalam mengamalkan ilmu tersebut, kerana tidak adanya penanaman benih ilmu dari ahli waris yang memberikan. Ijazah Al – Fahaamu ini umumnya hanya dapat diberikan oleh seorang Ahli Hikmah yang masih terikat dalam suatu majelis Thariqat, yang ia sendiri belum “lepas” dari wilayah Syaikh dari Thariqat itu sendiri.
2. Ijazah At – Ta’liimu, yaitu suatu tindakan pemberian Ijazah dari seorang guru dengan penanaman benih suatu ilmu kepada muridnya. Tugas utama dari seorang guru dalam hal ini adalah memberikan pemahaman dan pembelajaran akan suatu ilmu dan amalan spiritual kepada seorang murid yang telah diberikannya Ijazah. Umumnya Ijazah ini diberikan oleh seorang guru, yang ia sendiri sudah sempurna di dalam mengamalkan ilmu spiritual yang akan di Ijazahkannya. Sehingga setelah diberi Ijazah, seorang murid hanya perlu mengamalkan sebagian tuntutan amalan ilmu spiritual saja. Biasanya si murid hanya perlu mengamalkan suatu amalan wirid – wirid tertentu tanpa harus menjalani proses puasa dan bertapa. Dalam hal ini sangat jangan ada seorang murid yang gagal dalam mempelajari ilmu spiritualnya, kerana sudah adanya benih ilmu yang ditanamkan oleh seorang guru untuk menjadi modal bagi keberhasilannya di dalam beramal. Ijazah At – Ta’liimu ini umumnya hanya dapat diberikan oleh seorang Ahli Hikmah yang sudah “lepas” dari ikatan suatu majelis Thariqat, namun ia sendiri masih berada di dalam wilayah Syaikh dari Thariqatnya.
3. Ijazah Al – Isyraafu, yaitu suatu tindakan pemberian Ijazah ilmu dan amalan spiritual dari seorang guru ahli kepada seorang murid dengan penanaman benih dan ikatan ruh dari keduanya. Tugas utama dari seorang guru dalam hal ini adalah memberikan pemahaman, pembelajaran serta pengamawasan khusus akan suatu ilmu dan amalan spiritual kepada seorang murid yang telah diberikannya Ijazah. Umumnya Ijazah ini diberikan oleh seorang guru yang sudah benar – benar ahli di dalam bidang ilmu spiritual yang akan di Ijazahkannya. Sehingga setelah diberi Ijazah, seorang murid hanya perlu mempertajam amalan ilmu spiritualnya saja dengan amalan wirid – wirid tertentu tanpa harus mempelajarinya kembali dari awal sedikit pun. Dalam hal ini hampir setiap murid yang diberikannya Ijazah mampu menjadi seorang guru pula dan memiliki hak untuk menjadi seorang ahli waris dalam ilmu spiritual tersebut, kerana sudah adanya ikatan antara ruh dari seorang guru ahli dengan ruh murid yang menerima Ijazah. Ijazah Al – Isyraafu ini umumnya hanya dapat diberikan oleh seorang Syaikh yang telah mewarisi suatu majelis Thariqat, namun masih belum memiliki wilayahnya sendiri dan masih bernaung di dalam wilayah Syaikh Akbar dari Thariqatnya.
4. Ijazah At – Tariitsu, yaitu suatu tindakan pemberian Ijazah ilmu dan amalan spiritual dari seorang guru agung kepada seorang murid dengan penanaman inti kegairahan dan ikatan lahir batin dari keduanya. Tugas utama dari seorang guru dalam hal ini adalah memberikan pemahaman, pembelajaran, pengawasan serta pewarisan akan suatu ilmu dan amalan spiritual secara khusus kepada seorang murid yang telah diberikannya Ijazah. Umumnya Ijazah ini diberikan oleh seorang guru yang sudah memperoleh kedudukan (maqam) yang agung dan kekuasaan Azimah di dalam bidang ilmu spiritual yang akan di Ijazahkannya. Sehingga setelah diberi Ijazah, seorang murid akan langsung memiliki ilmu spiritual secara sempurna tanpa harus lagi mempelajari dan mempertajam ilmu tersebut sedikit pun. Sehingga si murid bisa benar – benar fokus di dalam mendekatkan diri kepada Tuhannya (Allah S.W.T) tanpa harus mengharapkan apa pun lagi. Dalam hal ini hampir setiap murid yang diberikannya Ijazah mampu menjadi seorang guru dan guru ahli yang benar – benar sempurna di dalam ilmu spiritualnya, kerana sudah adanya penanaman inti kegairahan di dalam jiwa si murid yang menerima Ijazah. Ijazah At – Tariitsu ini umumnya hanya dapat diberikan oleh seorang Syaikh yang telah memiliki suatu majelis Thariqat khusus, dan sudah memiliki wilayahnya sendiri serta menjadi Syaikh Akbar di dalam Thariqatnya.
Seiring perkembangan zaman, sebagian besar Ahli Hikmah dan Ahli Spiritual yang aktif di dalam suatu Yayasan, Padepokan atau pun Perguruan spiritual lebih memilih menggunakankan kecanggihan zaman, seperti media buku, internet dan telepon di dalam pengijazah suatu ilmu spiritualnya melalui Ijazah Al – Fahaamu dan Ijazah At – Ta’liimu. Kerana hanya Ijazah Al – Fahaamu dan Ijazah At – Ta’liimu saja yang dapat dilakukan tanpa adanya pertemuan langsung antara seorang guru dengan seorang murid. Sedangkan untuk para Ahli Majelis Thariqat, mereka masih memilih memakai adat lama di dalam pemberian Ijazah Al – Isyraafu dan Ijazah At – Tariitsu. Iaitu pemberian Ijazah secara langsung melalui pertemuan secara fisik di dalam suatu majelis tanpa adanya penghalangan dan perantara apa pun di antara keduanya (guru dan murid). Namun khusus untuk Ijazah At – Tariitsu biasanya akan dimulai dengan proses Bai’at bagi si murid penerima Ijazah terlebih dahulu, agar adanya ikatan khusus antara ia dan Syaikh Akbar di dalam majelis Thariqat itu.
Menurut Syaikh Imam Muhyiddin Ma’rifatullaah, pengijazahan suatu ilmu spiritual melalui jalur Ijazah At – Tariitsu secara sempurna hanya dapat dilakukan oleh seorang Ahlul Wilayah (Wali Allah yang bertugas menjaga suatu wilayah / daerah) yang sudah memiliki hak untuk itu atau oleh yang lebih tinggi kedudukan (derajat kewaliannya) dari seorang Ahlul Wilayah. Karena hanya seorang Ahlul Wilayah yang diberi hak kekuasaan atas suatu Azimah di daerahnya dan diberi hak pula untuk menanamkan Azimah itu ke dalam jiwa orang yang akan di Bai’atnya. Sehingga orang itu akan memperoleh suatu keistimewaan (karomah) dan tidak perlu lagi mengamalkan apa pun untuk suatu tujuan khusus, melainkan hanya tinggal fokus untuk beribadah secara ikhlas kepada Rabb (Tuhan) nya.
Sedangkan menurut Maulana Muhammad Ali Akbar dan para ulama sufi lainnya, pengijazahan suatu ilmu spiritual melalui jalur Ijazah Al – Fahaamu dan Ijazah At – Ta’liimu tanpa adanya pertemuan langsung antara si guru dan si murid adalah sah dan diperbolehkan jika adanya pengucapan pemberian Ijazah baik secara lisan mau pun tulisan dari si guru kepada si murid dan jawaban tanda terima Ijazah dari si murid di dengar langsung oleh si guru baik secara lisan mau pun tulisan pula. Jadi dengan demikian, jika setelah diberi Ijazah si murid memberikan jawaban yang sampai langsung kepada si guru, maka Ijazah itu dinyatakan sah dan dibenarkan. Namun jika setelah diberi Ijazah si murid hanya menjawabnya di dalam hati atau bahkan tidak membalasnya sama sekali, maka Ijazah itu dinyatakan tidak sah dan tidak dibenarkan di dalam pengamalannya.
Jadi jika ditelaah, maka sudah sangat banyak para pecinta spiritual saat ini yang hanya menerima sebuah Ijazah kosong tanpa makna dan isi dari seseorang pelaku spiritual yang masih benar – benar awam di dalam pengetahuan spiritualnya. Kerana tidak sesuai dengan tata laku pemberian dan penerimaan Ijazah yang benar menurut hukumnya dan juga tak sedikit dari mereka tahu akan jenis serta kedudukan Ijazah yang diberikannya. Inilah salah satu penyebab terbesar kegagalan para pecinta spiritual saat ini di dalam mengamalkan dan mendalami suatu ilmu spiritual yang telah diterimanya dari seorang pelaku spiritual yang masih awam.
Dalam adab pemberian dan penerimaan suatu Ijazah, hampir sebagian besar kaum sufi sepakat bahwa sebaik – baik pemberian suatu Ijazah didahului dengan sholat sunnah 2 raka’at antara si guru dan si murid. Kemudian dilanjutkan oleh si guru dengan pengucapakan 2 kalimat Syahadat, Sholawat Nabi, Istighfar, Surat Al – Fatihah, Isi Ijazah, Sholawat Nabi Khusus dan ditutup dengan kalimat Tahlil dan Takbir beberapa kali. Sebaik – baik Isi Ijazah adalah dengan menyertai nama dan nama ayah si penerima Ijazah di dalam awal pengucapannya. Selanjutnya adalah tugas si murid penerima Ijazah untuk menjawab / membalas penyampaian Ijazah dari si guru dengan mengucapkan Tahmid dan kalimat Tanda Terima, dilanjutkan dengan Sujud Syukur dan ditutup dengan Doa Khusus bersama si guru pemberi Ijazah. Akan lebih baik lagi jika setelah itu si murid menutup semuanya dengan sholat sunnah 2 raka’at sebagai tanda syukurnya telah diberi Ijazah suatu ilmu dan amalan spiritual.
Proses suatu Ijazah sangat berbeza dengan proses suatu Bai’at (kecuali Ijazah At – Tariitsu), kerana dalam hukum Ijazah seorang murid tidak diwajibkan untuk berkhidmat dengan gurunya. Sedangkan dalam hukum Bai’at seorang murid diwajibkan untuk berkhidmat dan patuh dengan gurunya hingga batas waktu tertentu. Selain itu dalam Ijazah, seseorang diperbolehkan untuk memperoleh dan meminta Ijazah akan suatu ilmu spiritual dengan lebih dari seribu orang guru sekali pun, kecuali untuk Ijazah At – Tariitsu. Sedangkan dalam Bai’at, seseorang hanya diperbolehkan berbai’at dengan satu orang guru saja seumur hidupnya dan tidak boleh berbai’at dengan guru yang lain hingga ia sudah benar – benar lepas dari Bai’at guru yang pertamanya. Namun dari segi kedudukan, maka jauh lebih mulia seorang murid yang dibai’at dari pada seorang murid yang diberi Ijazah di sisi Alllah S.W.T.
Di dalam kehidupan spiritual, minimal seseorang harus sudah memiliki seorang guru yang telah memberikan Ijazah Al – Isyraafu suatu ilmu kepada dirinya. Kerana dengan begitu maka akan ada ikatan khusus dari si guru kepada ruh si murid yang tidak akan mampu dilepas oleh makhluk lain, bahkan setelah gurunya wafat sekali pun. Sehingga si murid akan selalu terbimbing secara ruhani dan dijaga oleh si guru dari segala macam tipu daya setan di dalam pengawasannya. Selain itu, umumnya ikatan secara ruh tersebut juga akan bersambung baik secara sadar atau pun tidak sadar dengan ruh – ruh para penghulu dari sanad ilmu spiritual yang diberikan si guru itu sendiri. Jika sanad keilmuan spiritual si guru bersambung hingga ke Rasulullaah Muhammad S.A.W, maka sampai pulalah sanad si murid tersebut kepadanya (Rasulullaah Muhammad S.A.W). Menurut Maulana Muhammad Ali Akbar, dalam kehidupan spiritual hanya guru yang memberikan Ijazah Al – Isyraafu atau guru yang membai’atnya sajalah yang pantas ia sebut guru jika ada seseorang yang bertanya siapa gurunya. Karena hanya guru yang memberikan Ijazah Al – Isyraafu dan Ijazah At – Tariitsu yang menjalin hubungan ruhani dengan si murid selama – lamanya, bahkan hingga di akhirat kelak. Sedangkan para guru yang memberikan Ijazah Al – Fahaamu dan Ijazah At – Ta’liimu lebih termasuk ke dalam golongan kerabat, kerana hanya memberikan pengetahuan tanpa menggurui si murid secara menyeluruh.
Seperti kisah Maulana Muhammad Hamzah yang bertamu ke tempat uzlah Syaikh Mawlana Ibrahim. Ketika baru bertemu Syaikh Mawlana Ibrahim pun langsung bertanya kepadanya, “Wahai Hamzah, siapa guru mu ?” Maulana Hamzah pun menjawab, “Belum pernah ada yang membai’atku Syaikh.” Lalu Syaikh Mawlana Ibrahim pun menundukkan kepalanya sejenak dan mengangkatnya kembali sambil berkata, “Bukankan engkau sudah memperoleh Ijazah dari Syaikh Abdul Ghafur Al – Yaasin ?” Maulana Hamzah pun menjawab, “Benar, tapi beliau sudah lama meninggal dunia.” Maka Syaikh Mawlana Ibrahim pun berkata, “Dialah (Syaikh Abdul Ghafur Al – Yaasin) guru mu dan sanad engkau bersambung dengan sanadnya, dan tak akan putus hingga kapan pun.”
Yang masih menjadi perdebatan hingga kini adalah hukum mengenai pembayaran sedekah atau mahar dari si murid kepada si guru di dalam menerima suatu Ijazah. Ada beberapa ulama sufi yang berpendapat bahwa hal itu adalah sah, sebagaimana hukum biaya pendidikan di dalam suatu universiti. Namun ada juga sebagian lagi yang menyatakan bahawa hal itu tidak diperbolehkan. Namun khusus untuk Ijazah At – Tariitsu seluruh ulama sufi sepakat bahawa tidak dibenarkan untuk sesuatu yang berbau mahar di dalamnya.
Dengan mengetahui dan memahami jenis – jenis dari Ijazah ini, Insya Allah kita semua boleh mengetahui pula seberapa besar kualiti ilmu spiritual yang diberikan kepada kita. Sehingga kita hanya tinggal perlu mengamalkannya sesuai dengan kadar ilmu yang diberikannya. Selain itu kita juga dapat mengetahui mana guru yang benar – benar memberikan Ijazah ilmunya dan mana guru yang hanya memberikan suatu Ijazah kosong tanpa isi.
Sekian


Comments
0 Comments
Facebook Comments by Blogger Widgets

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts