WALIYULLAH TANPA NAMA DAN TANPA GELAR.
TETAPI SETINGKAT WALI QUTUB.
TETAPI SETINGKAT WALI QUTUB.
Assalamualaikum Wr Wbt para sahabat-sahabatku sekalian..
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلٰى ألِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.
Allahumma sholli ’alaa Sayyidinaa Muhammadin abdika wanabiyyika wa Rasuulika Nabil Ummyyi wa a’laa alihi wa shohbihi wasallim.
Artikel ini aku tulis khas buat para Ibu-ibu dan para Isteri, walaupun sambutan Hari Wanita sudah pun berlalu...
Semasa aku di Indonesia pada tahun 2005 tepatnya di Jawa Barat, ketika aku menjadi pelajar di pondok Pesantren Suryalaya, di Tasikmalaya, Jawa Barat yang dipimpin oleh yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom yang sekaligus menjadi guru Mursyid aku. Suatu hari ketika aku ingin menziarahi makam-makam para wali, aku bertemu dengan seorang gila, tidak jauh dari Makam seorang Wali. Ia membebel seorang diri di Makam itu, tetapi tidak berapa jelas seperti dia berbicara dengan seseorang. Dia berbicara lebih kurang seperti ini :
" Andaikan mereka tahu bahwa ada Wali Tanpa Nama Tanpa Gelar yang memiliki kemampuan seperti Wali Qutub, nescaya mereka akan datang berbondong-bondong mencium tangan Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar tersebut minta didoakan hajatnya. Jika Wali Tanpa Nama Dan Tanpa Gelar itu telah wafat nescaya mereka akan berlama-lama di kuburan nya berzikir, berdoa dan bermuhasabah diri meminta ampun kepada Allah Maha Pengampun atas dosa-dosa mereka selama ini. Andaikan mereka tahu, jika mereka ' Sami'na Wa Atho'na '( kami mendengar dan kami taat ) kepada Wali Tanpa Nama Tanpa Gelar, nescaya Allah akan angkat Derajatnya. Namun sayang sekali kerana Wali tersebut Tanpa Nama dan Tanpa Gelar kewalian, maka ia seringkali dilupakan dan diabaikan setiap orang."
Aku yang mendengar kata-katanya terkejut dan bergumam dalam hati ;
" Haa...Ada Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar yang kemampuannya seperti Wali Qutub. Siapakah Wali tersebut...?"
Dengan sedikit rasa takut, aku dekati dia kerana perasaan ingin tahu siapa sebenarnya Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar tersebut. Lalu terjadilah dialog dengan orang gila tersebut :
" Maaf Mbah, tadi saya ada mendengar Mbah mengoceh (berceloteh) panjang lebar dan berbicara tentang Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar, siapakah sebenarnya Wali tersebut Mbah..? Mengapa sedemikian hebatnya Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar tersebut hingga kemampuan dan Derajatnya hampir menyamai Wali Qutub...?"
Orang gila tersebut menoleh kearah aku dan matanya sedikit melotot, lalu berkata :
" Sampean(kamu) siapa...? Kamu nguping (curi dengar) omongan ku ya..! Apa pentingnya kamu perlu merasa tahu tentang Wali Tanpa Nama." Ucapnya dengan nada agak tinggi.
Mendengar ucapan suaranya yang agak bernada tinggi, terkesan kasar membuat aku sedikit takut dan gementar.
" Maaf, Mbah..Bukan maksud saya menyinggung Mbah. Nama saya Badai, saya seorang Muhibbin pecinta para Wali-Wali Allah. Kadang-kadang saya dan teman-teman berziarah ke Makam para Wali. Saya penasaran dan tertarik dengan Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar yang Mbah sebutkan, kalau boleh tahu siapakah Wali tersebut Mbah." Tanya aku memberanikan diri.
Orang gila itu tertawa terbahak-bahak :
" Ha.. Ha.. Ha.. Ha.... Dasar bocah Goblok (budak bodoh)...! Namanya juga Wali Tanpa Nama Tanpa Gelar, tentu saja aku tidak tahu nama Wali tersebut dan apa gelar kewaliannya. Kamu ini tampaknya kelihatan pintar, tapi ternyata gobloknya yahhh. Hahahaha..."
Pedih menusuk sekali perkataannya, dia berkata aku anak bodoh dan goblok. Muka aku merah padam menahan sedikit emosi. Sepertinya aku salah sangka, aku fikir orang gila tersebut boleh diajak dialog tapi nyatanya dia sebut aku bocah bodoh dan goblok. Aku memang bodoh dan goblok, namanya juga Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar jadi siapa yang tahu nama Wali tersebut, siapa yang tahu gelar Wali tersebut. Sedangkan Wali tersebut tanpa gelar.
Aaahhh... sebaiknya aku tinggalkan saja dia. Aku mula membalikkan badan dan membuang muka dengan wajah masam hendak meninggalkan orang gila tersebut.
" Hai, Fikri (panggilan untuk anak lelaki), mau kemana sampean. Sampean ini bagaimana....? Sudah datang tidak mengucapkan salam malah pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam. Baru diejek begitu saja sudah bermuka masam. Apakah Mursyid mu yang seorang Wali Qutub tidak mengajarkan kamu mengucapkan salam saat datang dan pergi. Apakah Mursyid mu yang seorang Wali tidak mengajarkan untuk bisa bersabar menahan celaan dan hinaan."
Langkah aku terhenti.. Astaghfirullah, betul sekali tadi aku lupa mengucapkan salam sebelum memulai berbicara dengan nya dan aku juga pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam. Dan tak aku sangka dia menyebut Mursyid aku seorang Wali Qutub. Sepertinya dia mengenal Mursyid aku. Kemudian aku kembali menghampiri nya dan berkata :
" Assalamualaikum Mbah, mohon maaf Mbah atas kelancangan saya kerana datang dan pergi tanpa mengucapkan salam. Sekali lagi saya memohon maaf."
Sambil meraih tangannya untuk menyalami dan mencium tangannya. Tapi orang gila itu menepis tangan aku. Aku jadi salah tingkah.
Tiba-tiba suasana menjadi hening sejenak beberapa menit. Aku diam dan dia pun diam. Suasana terasa seperti di kuburan.
" Mengapain kamu masih disini.."
Tiba-tiba suaranya memecah keheningan. Aku agak terperanjat / kaget lalu berkata :
" Maaf....anu Mbah anu..."
Orang gila itu menyelar kalimat saya..
" Anu..anu..anu, anu apa..? Ngomong yang jelas jangan ngomong jorok (kotor). Itu, anu(kemaluan) mu ada di situ mau pamer dan adu dengan ku. Ayo, sini mana ' anu' mu, tunjukkan pada ku."
Panas muka saya merah padam, merasa salah tingkah dan bodoh di hadapan orang gila tersebut. Dengan rasa sedikit menahan malu, aku tetap memberanikan diri untuk bertanya.
" Maksud saya bukan ' anu ' Mbah. Maksud saya adalah ingin tahu siapa sebenarnya Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar yang Mbah katakan saat saya mencuri dengar."
Orang gila itu bertanya :
" Kamu ini gak pintar-pintar juga. Sudah berapa lama kamu belajar Tasauf." aku menjawab.
" Sudah hampir 2 tahun Mbah."
Lalu orang gila itu berkata sambil menepuk pahanya.
" Sudah 2 tahun, masa kamu orang mudeng(faham) dan tidak tahu Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar. Memangnya gurumu tidak memberitahu mu...?"
" Saya sering membaca dan dengar dari guru saya Mbah, tapi saya belum tahu dan belum pernah dengar ada Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar. Dan guru saya pun tidak pernah menyebutkan siapa wali tersebut." jawab aku.
Orang gila itu tertawa terkekeh-kekeh.
" Sebenarnya gurumu ada menyebutkannya, bahkan berulang-ulang kali menyebutkannya. Hanya saja kamu yang tidak faham-faham atas maksud gurumu. Lagi pula sebutannya Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar jelas gurumu tidak tahu nama wali tersebut dan tidak tahu gelar wali tersebut. Tapi kamu sendiri tahu siapa wali tersebut, bahkan wali tersebut begitu dekat dengan mu."
Aku bergumam dalam hati ;
Apakah aku mengenali wali tersebut, siapakah dia...?
Apakah aku mengenali wali tersebut, siapakah dia...?
" Maaf Mbah, siapakah yang Mbah maksud..? Mbah mengatakan saya mengenal Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar tersebut. Bahkan Mbah mengatakan wali tersebut dekat dengan saya, siapakah yang Mbah maksud...?"
Orang gila itu lagi-lagi tertawa terkekeh-kekeh...
" Hehehehe...Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar itu adalah orang tuamu sendiri. Nah...Sekarang aku tanya kamu..? Memangnya aku kenal siapa nama orang tua mu dan gelar orang tua mu..? Yah, aku mana tahu..?"
Aku jadi bertambah bingung lalu semangkin tertanya-tanya.. orang tuaku..?
" Maksud Mbah, orang tuaku adalah Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar. Mengapa bisa begitu Mbah."
Orang gila itu mulai menatap mataku dengan tajam, lalu bangkit dari duduknya lalu berkata :
" Apakah kau tidak tahu tentang Uwaisy al-Qarni, salah satu sahabat yang tidak pernah bertemu Nabi secara berdepan/ fisik, dan juga seorang wali..? Apa yang menyebabkan dia memiliki derajat yang begitu agung, hingga namanya terkenal di langit, walau di bumi tak ada seorang pun mengenalnya...? Kau tahu..! Sahabat Uwaisy al-Qarni berkata, bahwa ibunya pernah berkata dan mendoakannya."
" Anakku Uwaisy, aku tahu hatimu begitu sangat mencintai dan menginginkan dapat bertemu Nabi Muhammad, namun kini kau datang padaku dengan wajah dirundung sedih, kerana tak berhasil menemui Rasulullah, dan kau memilih segera pulang, kerana memikirkan dan mengkhawatirkan aku, Ibumu ini. Nak, aku ridho padamu ; " Ya Allah, Kau Maha Tahu, saksikanlah, bahwa sesungguhnya aku telah ridho pada anakku, maka terimalah ridho ku ya Allah, dan ridhoi lah anakku Uwaisy."
" Dan apa tidak kau tahu, bahwa Sulthonul Auliya, Syekh Abdul Qodir Jailani, di masa kecilnya ketika dirompak malah berkata jujur tentang kantung emas yang ia bawa. Perompak itu heran, mengapa ia malah jujur mengatakan kantung emas yang dibawanya padahal setiap orang yang mereka rompak, selalu berbohong tentang bawaannya dan berusaha menyembunyikannya dari mereka. Lalu kau tahu apa kata Syekh Abdul Qodir Jailani...? Beliau berkata ; " Ketika aku hendak bepergian menuntut ilmu, ibuku berpesan, " Anakku, bila engkau bertemu dengan siapa pun maka jujurlah, jangan berbohong. Sungguh ibu lebih ridho, bila engkau jujur sekalipun engkau harus kehilangan harta dan perbekalan mu, daripada kau harus kehilangan kejujuranmu."
Aku tersentak sekejap, wajahku mulai pucat lesi. Aku teringat salah satu hadis yang menyatakan, bahwa kita harus berbuat baik dan berbakti pada orangtua kita sendiri. Bahkan Rasulullah sampai tiga kali menyebut kata, Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu.
Tak aku sangka, ternyata aku tertipu oleh nafsu dan egoku sendiri, hingga aku tidak tahu bahwa selama ini wali tanpa nama yang memiliki kemampuan layaknya Wali Qutub adalah orang tuaku sendiri.
Lalu orang gila itu berkata lagi :
" Lihatlah ibumu, berapa lama dia menanggung dirimu dalam perutnya...? Apakah kau sanggup menahan perih dan pedih seperti dirinya, hanya untuk menginginkan kau lahir di dunia hingga bertaruh nyawa, agar kau terlahir sehat dan selamat...? Bahkan, ketika dalam kondisi darurat, ia lebih rela menerima kematian, agar kau tetap hidup. Apakah kau pernah memikirkan hal ini...? Kekuatan apa yang membuat ibumu sekuat dan setabah itu, sebagaimana kekuatan Auliya yang sanggup menerima dan menanggung beban yang berat...? Itu kekuatan Allah yang dianugerahkan kepada ibumu, melalui Rahman dan Rahim-Nya. Ini adalah sumber kekuatan para Auliya."
Aku diam seribu bahasa, rasa hati ini ingin menangis sejadi-jadinya. Aku seperti dihakimi dalam hari perhitungan. Lalu orang gila itu berkata lagi dan lagi.
" Kau bangga dan takjub dengan karomah para wali, tapi pernahkah kau banggakan dan takjub dengan karomah ibumu, yang Allah anugerahkan kepadamu...? Pernahkah kau bangga dan takjub dengan karomah ibumu, yang mengajar mu berkata-kata ketika masih bayi...? Tidurnya sedikit, kerana kau selalu menangis dan merengek. Sebagaimana para Auliya yang tidurnya sedikit, kerana memikirkan umat Nabi Muhammad yang banyak berkeluh kesah dan merengek. Air susunya seakan-akan tak pernah habis, setiap kali kau merengek ingin menetek. Apakah kau tak tahu, kalau itu adalah bukti karomah ibumu...? Tidakkah kau pernah mendengar kalimat ini."
" Ridho orangtua adalah ridhonya Allah. Para Auliya, mereka menjadi Wali Qutub, dikeranakan ridho dari orangtua mereka. Tidakkah kau sadar, bahwa doa dan harapan kedua orang tua mu hampir setara dengan Wali Qutub...?"
Astaghfirullah, mendengar kata-kata orang gila tersebut seakan petir menyambar seluruh tubuhku. Badanku rasanya hancur binasa, ingin sekali aku rasanya menangis sekuat-kuatnya. Orang gila itu berdiri lalu berkata, sambil menunjukkan ke arah ku.
" Lihat dirimu kelak kau akan jadi seorang bapak, apakah kau tahu karomah bapakmu selama ini..? Lihat tangannya, lihat punggungnya, lihat kulitnya, setiap hari ia membanting tulang agar kau tetap bisa makan, tetap bisa tertawa, tetap tersenyum bekerja siang dan malam hanya untuk mengabulkan segala macam pinta dan rewel mu. Ketika kau kecil dirimu melakukan kesalahan dialah orang yang paling depan membelamu. Ketika kau dalam bahaya dia lah menghadapi bahaya itu untuk menyelamatkan mu. Dia tanggung beban mu dan ibumu di pundaknya walau kian rapuh dia tetap berusaha menumpang. Tidakkah kau sadari bahwa bapak mu itu seorang Mujahid Fi Sabilillah yang setiap hari berjuang menafkahi kehidupan mu bertahun-tahun. Bahkah berpuloh tahun dia bapakmu Mujahidin kebanggaan mu."
Aku seperti hancur lebur mendengar kata-kata orang gila tersebut. Bahkan, ternyata selama ini aku yang gila bukan dia. Aku melupakan siapa sesungguhnya orang tua ku sendiri. Aku melupakan semua yang mereka berikan padaku, bahkan aku sering takjub dan terpesona akan karomah para wali, tapi aku tak pernah sadar dengan orang tua ku sendiri yang merupakan Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar kewaliannya.
Sesaat kemudian orang gila itu berlalu meninggalkan ku tanpa sepatah kata pun. Aku mengikuti dia dari belakang, ingin tahu kemana dia pergi. Ternyata dia mendatangi dua gundukkan tanah dan dia duduk disana. Mulutnya komat kamit seperti orang yang berdialog dan berbicara. Namun kerana dia menggunakan bahasa daerah yang tidak aku mengerti, aku tidak tahu apa yang dia ucapkan. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak sambil tersenyum-senyum di hadapan dua gundukkan tanah yang ternyata itu adalah tanah kuburan. Aku tidak tahu kuburan siapa itu, namun aku berkhusuzon, mungkin itu kuburan wali besar kerana dari celoteh orang gila itu sepertinya dia tahu betul tentang wali. Jadi aku fikir itu kuburan seorang wali.
Tiba-tiba setelah selesai tertawa dia diam, suasana menjadi hening kemudian aku lihat dia mulai menangis menitiskan air mata dengan suara terisak-isak. Tangisannya begitu pilu sampai terasa menyayat hati aku untuk turut menangis. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya dalam loghat daerah. Ucapannya seperti sedang curhat pada kuburan tersebut sambil tangannya mengelus halus kuburan itu. Tangisannya kian menjadi-jadi, bahkah meraung-raung. Aku sedih bercampur bingung kerana tidak mengerti dengan bahasa yang diucapkannya.
Namun, akhirnya aku mengerti juga mengapa dia meraung-raung menangis di kuburan yang aku sangkakan seorang wali. Ditengah isak tangisnya aku mendengar dia mengucapkan kalimah ' embok '( ibu ). Lalu pada kuburan yang di sebelahnya dia berkata ' mbah '( bapa ). Aku rasa ingin menangis sejadi-jadinya. Ternyata itu kuburan orang tuanya. Ternyata itu kuburan seorang Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar. Kini aku baru faham mengapa orang-orang mulai menganggap dia gila. Sebab dia sering tertawa, menangis, meraung dan bercakap-cakap seorang diri di kuburan. Seandainya aku jadi dia, mungkin aku akan sama dengannya menjadi gila ditinggal pergi oleh kedua orang tua yang paling di sayangi.
Aku membalikkan badan aku bergegas ingin pulang untuk menemui kedua orang tua ku yang masih hidup. Aku merasa beruntung masih memiliki Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar yang masih hidup. Sepanjang jalan aku berdoa :
Allahummaghfirli Dzunubi Waliwalidayya, Warhamhumma Kama Robbayani Soghiro.
Maksudnya :
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku serta kedua ibu bapaku dan kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka memelihara dan mendidikku di masa kecil... Aamiin Ya Rabbal 'Alamin..
Terima Kasih Ibuku. Terima Kasih Isteri ku. Kau lah Wali Tanpa Nama dan Tanpa Gelar yang aku kagumi....
SEKIAN DAHULU...
OLEH :
JURAIMIE ISMAIL.
Masya Allah pingin nangiz aja kalo baca artikel ini wali tanpa gelar
ReplyDelete🤲 Alhamdulillah 🙏
ReplyDeleteTerjawab sudah🙏🙏🙏🙏
Mama...
Bapak....
🤲Al Fatihah buat kalian berdua 🤲😭
Terimakasih atas kisah ini🙏🙏🙏
Untungnya seorang anak yang mendapat orang tua yang selalu mendoakannya walaupun anak tersebut tidak pernah melakukan apa-apa. Tidak semua orang beruntung mendapat doa dari wali tanpa nama namun doa daripada baginda Rasulullah s.a.w. adlaah yang paling terhebat di alam semesta.
ReplyDelete